BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral yang tak terpisahkan yang diupayakan oleh pemerintah dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat yang setinggi-tinginya bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan di pengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli serta memiliki perencanaan kesehatan dan pembiayaan terpadu dengan justifikasi kuat dan logis yang di dukung data dan informasi Epidemiologi yang valid (Depkes RI, 2006)
Masalah Kesehatan dunia semakin bertambah kompleks dengan munculnya berbagai macam penyakit menular. Sebagian dari penyakit tersebut memang bersifat global, tidak mengenal batas negara. Sebagian lagi telah sering berjangkit tetapi polanya berubah serta jumlah kasusnya semakin bertambah, seperti SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), Flu burung (Afian Influenza) dan Demam Berdarah Dengue (DBD). (Depkes RI, 2006).
Bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah pemukiman yang tidak memenuhi syarat kesehatan sangat mempercepat terjadinya penularan penyakit dari orang ke orang. Faktor pertumbuhan penduduk dan mobilitas penduduk antar daerah juga mempengaruhi perubahan gambaran epidemiologis serta virulensi dari penyakit menular tertentu seperti penyakit demam berdarah dengue. (Chin, 2000)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit febril akut ditemukan pertama kali terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada tahun 1779. Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada Tahun 1950-an dan hingga tahun 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian utama diantaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut. (Depkes, 2006)..
Menurut WHO (2004) dalam Depkes (2005) menyebutkan bahwa penyakit DBD telah endemis lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Asia Tenggara, dan di kepulauan Samudera Pasifik. Sebelum tahun 1970 hanya sembilan negara yang mengalami epidemi DBD namun terjadi peningkatan pada tahun berikutnya. Terdapat 2500 juta penduduk atau 2/5 dari penduduk dunia mengalami risiko untuk terserang DBD. WHO memperkirakan ada 50.000.000 kasus DBD yang terjadi setiap tahunnya.
Kasus Dengue yang dilaporkan di Amerika pada tahun 2001 terdapat lebih dari 609.000 kasus dimana 15.000 kasus adalah DBD. Kasus DBD di Indonesia menempati urutan kedua tertinggi di dunia setelah Thailand. Hal itu disebabkan populasi yang besar, mobilitas penduduk yang tinggi dan 90 % wilayah di -Indonesia mempunyai kasus DBD (Depkes, 2005)
Di Indonesia pada tahun 1968 dilaporkan ada 58 kasus dan meninggal sebanyak 28 orang atau CFR 41,3 % dan pada tahun 1988 meningkat menjadi 47.573 kasus dengan Insiden Rate 27,98 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 3,2% (Chain, 2000).
Kasus DBD tahun 2004 secara nasional adalah 79.482 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 957 penderita (Case Fatality Rate sebesar 1,2 %) dan incidence rate sebesar 37,01 per 10.000 penduduk, maka jumlah kasus tahun ini lebih besar di bandingkan tahun 2003 yaitu 52.566 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 788 kasus, (Case Fatality Rate sebesar 1,5 %) dan incidence rate sebesar 24,34 per 10.000 penduduk (Depkes RI, 2006).
Berikut ini gambaran fluktuasi kasus Demam Berdarah Dengue yang terjadi di Provinsi dalam tujuh tahun terakhir. (Dikes Provinsi, 2007)
Grafik 1.1 Kasus penyakit demam berdarah di Provinsi . (sumber data Dinas Kesehatan Provinsi tahun 2007)
Sejak Kota menjadi menjadi Ibukota Provinsi pada tahun 2001 arus mobilisasi penduduk di Kota semakin meningkat, dan pada lima tahun terakhir ini Kota sering dilanda musibah banjir yang terjadi setiap tahun. Keadaan ini merupakan salah satu faktor pencetus meningkatnya kasus demam berdarah di Kota .
Berdasarkan jumlah kasus yang ada dapat di gambarkan bahwa sebelumnya Kota tidak pernah di temukan kasus demam berdarah, maka pada tahun 2001 telah di temukan 8 penderita demam berdarah, kemudian pada tahun 2002 di temukan 2 penderita demam berdarah, pada tahun 2003 ditemukan lagi 20 penderita demam berdarah dengan 2 kematian, tahun 2004 ditemukan 2 penderita demam berdarah, tahun 2005 terjadi lonjakan kasus dengan 184 penderita dengan jumlah kematian 5 orang, tahun 2006 ditemukan 133 penderita (IR 89,26/100.000 penduduk), jumlah kematian 2 orang untuk Case Fatality Rate (CFR 2%), dan angka bebas jentik (House Indeks 86%), tahun 2007 jumlah kasus 124 dengan 3 kematian, tahun 2008 jumlah kasus 99 dengan 3 kematian dan tahun jumlah kasus 86 dengan 1 kematian. Untuk Kota stratifikasi wilayah berstatus daerah endemis (Dikes Kota , ).
Tabel 1.1
Jumlah Kasus, Kematian, IR dan CFR, Kasus Demam Berdarah
Di Kota Tahun 2001 S/D
No Tahun Jumlah
penduduk Jumlah
kasus Jumlah
kematian IR
(100.000) CFR
1 2001 133,743 8 0 6 0
2 2002 134,994 2 0 1,48 0
3 2003 135,358 20 2 15 0,1
4 2004 138.954 2 0 1,44 0
5 2005 142.432 184 5 129,18 3
6 2006 148.996 133 2 89,26 2
7 2007 151.067 124 3 82,08 2,41
8 2008 161.530 99 3 61,28 3
9. 2009 174.382 86 1 57.34 1.16
10. 2010 161.530 99 3 61,28 3
Sumber : Dikes Kota, 2010
Berdasarkan data yang ada, perkembangan penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota terlihat masih tinggi, di bandingkan dengan target nasional Insiden Rate (IR) 20/100.000, Case Fatality Rate (CFR) 1%, dan House Indeks >95%. Keadaan ini dapat disebabkan oleh masih lemahnya manajemen program penyakit DBD termasuk rendahnya peran serta masyarakat Kota dalam mencegah dan memberantas penyakit DBD. Sedangkan maksud dari peran serta masyarakat yang masih rendah adalah seperti belum terbentuknya Pokjanal DBD di Kota , rumah tangga yang Berperilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) yang masih rendah (42%), kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh masyarakat yang tidak kontinyu, Masyarakat yang menempati rumah sehat dan lingkungan sehat yang masih rendah (43%). Masyarakat yang memiliki tempat sampah (52%). (Riskesdas, 2008).
Wilayah Puskesmas dengan jumlah penduduk pada tahun sebesar 36.165 orang, yang tersebar di 10 kelurahan berdasarkan stratifikasi wilayah untuk penyakit DBD, ada 3 kelurahan yang masuk kategori wilayah endemis yaitu kelurahan yang setiap tahunnya mempunyai kasus DBD yang meliputi kelurahan , Limba U1 dan Limba U2. 6 kelurahan termasuk dalam kategori wilayah yang sporadik artinya kelurahan yang sewaktu-waktu dan tidak setiap tahun ada kasus DBD meliputi kelurahan Donggala,Tenda, Pohe, Biawao, Biawu dan siendeng. Kelurahan Tanjung Kramat merupakan kelurahan yang kategori wilayah bebas penyakit DBD.
Data kasus DBD di wilayah puskesmas dalam kurun waktu 3 tahun terakhir untuk tahun 2007 jumlah kasus sebanyak 39, tahun 2008 sebanyak 17 kasus DBD dan tahun sebanyak 24 kasus. Dari data yang ada menyebutkan bahwa wilayah puskesmas limba merupakan salah satu puskesmas dengan penyumbang kasus DBD tertinggi diantara wilayah puskesmas lainnya. (Puskesmas Kota , ).
Hasil penelitian Departeman Kesehatan RI (2002) bahwa persoalan yang banyak ditemukan menyangkut kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD yang relatif masih rendah dan belum merata. Para pelaksana program pemberantasan penyakit DBD ini masih belum bisa menyelesaikan tugasnya secara baik. Dalam penanggulangan maupun pencegahan penyakit DBD pada suatu kelompok masyarakat maka hal yang penting untuk dilakukan adalah dengan mengetahui faktor-faktor risiko atau faktor pendukung terjadinya penyakit DBD. Dengan mengetahui faktor-faktor risiko penyebab kejadian penyakit DBD pada masyarakat, merupakan salah satu langkah awal di dalam program pengendalian dan pemberantasan penyakit DBD yang ada di masyarakat. Pengendalian dan pemberantasan penyakit DBD berbasis masyarakat telah meningkatkan jumlah penderita yang ditemukan dan diperiksa serta lebih mendekatkan pelayanan pengobatan kepada penderita yang ditemukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan perilaku terhadap kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Kota Tahun ?
2. Apakah ada hubungan tingkat pendidikan terhadap kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Kota Tahun ?
3. Apakah ada hubungan lingkungan rumah terhadap kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Kota Tahun ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Kota Tahun .
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan perilaku dengan kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Kota .
b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Kota .
c. Untuk mengetahui hubungan lingkungan rumah dengan kejadian penyakit DBD di wilayah Puskesmas Kota .
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan bahan bacaan bagi masyarakat dan peneliti yang ingin melanjutkan penelitian ini tentang Penyakit DBD di Kota khususnya di wilayah kerja puskesmas .
2. Manfaat Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk perbaikan program pencegahan dan penanggulangan penyakit Demem Berdarah Dengue di Kota pada umumnya dan khususnya di wilayah kerja Puskesmas .
3. Manfaat Praktis
Bagi peneliti untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga dalam pendidikan khususnya tentang penyakit Demem Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas .
Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.237
untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI
0 comments:
Post a Comment