BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Menurut Adnil Basha (2004: 1) hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Sedangkan menurut Lanny Sustrani, dkk (2004: 12) hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
Hipertensi akan memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti otak (stroke), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), otot jantung (left ventricle hypertrophy) (Bustan, 2000: 31). Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani (2004:12). Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan gangguan pembuluh darah otak yang dikenal dengan stroke. Bila tekanan darah semakin tinggi maka harapan hidup semakin turun (Wardoyo, 1996: 26).
Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140 –159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 – 99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Lanny Sustrani, 2004: 15).
Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15-20%. Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan umur 55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997, hipertensi dijumpai pada 4.400 per 10.000 penduduk. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, pada tahun 2000 sekitar 15-20% masyarakat Indonesia menderita hipertensi (Departemen Kesehatan RI:2003). Menurut Darmojo Boedhi (1993), bahwa 50% orang yang diketahui hipertensi pada negara berkembang hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan 12,5% yang diobati secara baik. Prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun 1988–1993. Prevalensi hipertensi pada laki-laki dari 134 (13,6%) naik menjadi 165 (16,5%), hipertensi pada perempuan dari 174 (16,0%) naik menjadi 176 (17,6%). Penelitian yang membandingkan hipertensi pada wanita dan pria oleh Sugiri di daerah kota Semarang diperoleh prevalensi hipertensi 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita, sedangkan di daerah kota Jakarta didapatkan prevalensi hipertensi 14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita (Arjatmo T, Hendra U, 2001:455).
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol, stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi (Asep Pajario, 2002). Faktor–faktor risiko di atas akan dikendalikan dalam penelitian ini melalui analisis stratifikasi.
Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa bagian tubuh akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah meningkat (Wardoyo, 1996: 28).
Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku Sitepoe, 1997:29). Dengan menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, antara lain Karbon Monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok dan dapat menyebabkan pembuluh darah kramp, sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek (Suparto, 2000:74). Gas CO dapat pula menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah pengumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer (G.Sianturi, 2003:12).
Dampak rokok akan terasa setelah 10–20 tahun pasca digunakan. Dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif (Active smoker), tetapi juga bagi perokok pasif (Pasive smoker). Orang yang tidak merokok atau perokok pasif, tetapi terpapar asap rokok akan menghirup 2 kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok aktif (Ruli A. Mustafa, 2005: 3). Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali isapan maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (1 bungkus) per hari akan mengalami 70.000 kali isapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga mulai kelihatan gejala yang ditimbulkannya (Mangku Sitepoe, 1997: 19).
Menurut penelitian di Lombok dan Jakarta memperlihatkan 75% dan 61% pria dewasa (715) dan kurang dari 5% wanita dewasa mempunyai kebiasaan merokok menghabiskan rokok lebih dari 20 batang per hari. Hubungan merokok dengan kesehatan juga dapat dibuktikan oleh SKRT Depkes 1972, 1980, 1986 dan 1992 dimana terlihat jelas peningkatan proporsi kematian akibat penyakit kardiovaskuler yaitu tahun 1972 sebesar 51% tahun 1980 sebesar 9,9%, tahun 1986 sebesar 9.7% dan tahun 1992 sebesar 16,4 % (Aulia Sani:2004) Menurut Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi. Berdasarkan data dari WHO tahun 2002 Indonesia menduduki urutan ke 5 terbanyak dalam konsumsi rokok di dunia dan setiap tahunnya mengkonsumsi 2,5 miliar batang rokok. Angka kekerapan merokok di Indonesia yaitu 60%-70% pada laki-laki di perkotaan dan 80% - 90% (Vivi, Juanita, 2003: 1).
Dari hasil Sussenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2001 menyatakan bahwa 54% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2% perempuan yang merokok. Menurut Edward D Frohlich, seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu diantara lima untuk mengidap hipertensi (Lanny Sustrani, 2004:25).
Berdasarkan data dari dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah daerah kabupaten Blora mengalami kenaikan angka kejadian hipertensi dari tahun 2001 sampai 2004. Dari tahun 2001 yaitu 399 kasus (13,6%), 2002 sebesar 1999 kasus (16,5%), 2003 sebesar 2371 kasus (16,0%) dan tahun 2004 sebesar 5697 kasus (17,0%).Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten tahun hipertensi di BRSD termasuk dalam 10 besar penyakit tidak menular, untuk rawat inap penderita hipertensi sebesar kasus sedangkan untuk rawat jalan penderita hipertensi .. kasus . Dari data yang diperoleh dari bagian rekam medik BRSD pasien hipertensi usia 40 tahun ke atas pada tahun 2007 sebanyak ,tahun 2008 sebanyak pasien dan pada tahun sebanyak .pasien.
Dalam penelitian ini faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas yang akan diteliti adalah kebiasaan merokok yang pada umumnya terdapat pada laki-laki. Pada penelitian ini responden yang di ambil sebagai sampel adalah aki-laki usia 40 tahun ke atas perokok sehingga dapat diperoleh perbedaan yang jelas mengenai perilaku merokok menurut jenis, jumlah, lama, dan cara merokok. Responden yang tidak merokok dan mengalami hipertensi tidak dijadikan sampel, karena kemungkinan hipertensi disebabkan karena faktor lain, sehingga tidak diperoleh indikator perilaku merokok yang dapat menyebabkan hipertensi. Pada penelitian ini diambil untuk pasien rawat jalan karena alasan kesehatan pasien, dimana penderita hipertensi dengan rawat inap tidak dapat mengikuti penelitian untuk pengukuran berat badan dan tinggi badan.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada laki-laki yang berusia lebih dari 40 tahun ke atas yang merupakan pasien di BRSD . Badan Rumah Sakit Daerah merupakan rumah sakit kelas C yang terdapat di kecamatan Limboto Kabupaten
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan kebiasan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah .
B. Rumusan Masalah
1. Permasalahan Umum
Adakah hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ?
2. Permasalahan Khusus
a. Adakah hubungan jenis rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ?
b. Adakah hubungan jumlah rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ?
c. Adakah hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki- laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ?
d. Adakah hubungan lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah .
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan jenis rokok yang di hisap dengan resiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah .
b. Untuk mengetahui hubungan jumlah rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah .
c. Untuk mengetahui hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah .
d. Untuk mengetahui hubungan lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah .
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Badan Rumah Sakit Daerah dalam menangani pasien yang menderita hipertensi. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijaksanaan yang dapat mencegah kejadian hipertensi pada masyarakat sekitar wilayah kerja rumah sakit.
2. Bagi Penelitian
Diharapkan penulis mampu menerapkan disiplin ilmunya di lapangan khususnya dalam materi Epidemiologi penyakit tidak menular.
3. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan menambah wawasan mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki sia 40 tahun ke atas .
4. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi masyarakat agar meminimalkan konsumsi merokok untuk menghindari kejadian hipertensi pada laki-laki di usia 40 tahun ke atas.
untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI
0 comments:
Post a Comment